Kau Dan Aci

by 17.44 0 komentar
Kau Dan ACI

I Love Indonesia. Aku akan tetap mencintaimu, Negaraku..
Tempat Dimana aku dilahirkan. Betapa harumnya namamu didadaku... Indonesia
Tapi harum namamu seakan pudar saat aku mengetahui Dikka tidak lagi menjadi Warga Indonesia atau WNI. Ya kami memang sering sekali mengunjungi negara tetangga, karena kami tinggal diperbatasan. Tapi tak pernah sekalipun tersebesit keinginan untuk merubah jatidiriku
daripada kita terus-terusan disini, tidak tahu mau berbuat apa? Lebih baik aku menjadi WNA!” itu kata Dikka saat aku mengetahui kartu tanda penduduk temanku itu berubah menjadi WNA atau Warga Negara Asing.
Tapi Dikka, ingatlah bila kita berusaha, kita akan bisa membangun Indonesia yang lebih dari sekarang ini. Ayolah, jangan mencari jalan pintas. Ayo kita mencari jalan keluarnya” Saranku untuknya. Dan sepertinya Dikka masih dapat berfikir dengan akal sehatnya. Ia mengangguk pelan. Setela ia menelaah setiap perkataanku.

Keesokan harinya Ari mengjak kami untuk bermain. Sepak bola, ya.. permainan favorit kami. Walaupun kami hanya bermain dilapangan desa, tapi kami sangat menikmatinya. Tapi baru sebentar kami bermain, bahkan belum ada satu tendanganpun yang mencoba membobol gawang yang aku jaga, Made datang. Meminta ijin pada Ari untuk bergabung. Aku hanya mengamati dari jauh. Dan sepertinya Ari menyetujuinya. “Gooool.” Tak lama kami bermain terdengar teriakan panjang dari Made karena dia bisa membobol pertahananku. “kau hebat Made.” Puji Ari pada Made. “waw. Bila bola tadi mengenaiku, itu akan sangat sakit.” Ucapku sembari tersenyum. Godaanku hanya dibalas senyum tipis dari Made. Kami mencari tempat duduk yang teduh setelah puas bermain sepak bola yang sedikit menguras tenaga. “aku akan cari minum dulu.” Ijin Made kapada kami. “Dingin ya, De!” Teriak Ari yang sedikit membuat telingaku membengkak. Aku memukul pelan lengannya, tapi bukannya minta maaf dia malah hanya menertawakanku yang sedang memegang telingaku, menutupinya dengan telapak tanganku. Sunyi menyapa, sepertinya kami bertiga sedang menikmati semilir angin yang sedari tadi menerpa kami. “kenapa kau bolehkan Made ikut, Ri?” Ucap Dikka tiba-tiba, sontak saja membuat aku dan Ari tertawa dan sekaligus bingung kemana arah pertanyaan yang Dikka katakan. “maksudmu?” Ucap Ari balik bertanya setelah menghetikan tawanya. “ya..ya..kau tahukan dia bukan dari desa kita, bahkan dia berasal dari Provinsi lain.” Ucap Dikka sambil mengamati Made yang sedang ada diujung lapangan. “lalu, dimana letak permasalahannya, Dik?” Ucapku sedikit bingung. “iya, sepertinya tidak ada masalah apa-apa?” Ucap Ari juga bingung. “maksudku, diakan bukan dari desa kita, kita seharusnya hanya bermain dengan anak-anak sekitar sini saja. Seperti Vino, Panji, atau Budi. Mereka kemana sih, jam segini belum juga datang.” Ucap Dikka sambil melihat jam tangan yang ia kenakan. “oh, aku belum memberitahumu ya, mereka sedang berlibur. Sudahlah, itung-itung Made itu sebagai pengganti mereka.” Ucapku sambil menepuk pundak Dikka. Tak terasa ternyata Made kini sudah berada di dekat kami. Made pun membagikan Minum yang tadi ia beli, memang ia sengaja membeli lima. Karena tahu Ari akan minum lebih banyak air setelah mendi keringat seperti sekarang. “Ayo kita main lagi” ajak Made pada dua kawan barunya. Ya...kawan baru, karena ia baru saja pindah kedesa kami seminggu yang lalu. Tapi mendengar ucapan Made, Dikka malah berjalan menjauh. “kenapa dia?” Tanya Made bingung melihat sikap Dikka. Aku dan Ari hanya sedikit mengangkat bahu.” Tak tahu. Sudahlah mungkin dia lelah. Ayo kita main lagi.” Ucapku sembari berjalan ketengah lapangan.
Tak terasa hari mulai gelap, bulan pun bersiap untuk menggantikan matahari. “Dikka...Dikka...” Ucapku dan Ari bersamaan saat kami berada didepan rumahnya. “ya sebentar.” Ucap mbak Aci, kakak Dikka. Setelah pintu terbuka, mbak Aci langsung saja mengerti kenapa kami datang berkunjung. “Dia, ada dikamarnya. Masuk saja. Suruh juga dia makan.” Ucap Mbak Aci sedikit kesal. “memangnya dia belum makan mbak?” tanyaku. “entah, setelah ia bermain, dia langsung masuk kekamarnya, bermain dengan Laptopnya. Nanti coba ajak dia ya, Dit, Ri. Mbak tinggal dulu.” Ucap mbak Aci pada kami. “Dik, lagi apa?” Ucap Ari dan langsung masuk kemar Dikka, baru setelah Ari masuk, aku juga mengikutinya masuk kamar Dikka. “ini, lagi nyiapin strategi buat besok lomba.” Ucap Dikka sambil memandang kedua teman dekatnya. “oh, pantas saja kau sampai lupa makan. Makanlah dulu.” Ucapku mengerti kebiasaanya yang selalu lupa waktu bila sudah membahas tentang bola. “hem, Dikka... aku tahu alasanmu kurang suka pada Made. Mungkin masalah waktu saja kawan. Besok Erga dan Faldi berjanji akan ikut berlatih. Juga Made, karena dia sekarang sudah resmi masuk kesebelasan tim kita.” Ucap Ari panjang lebar, memang hak seorang kapten untuk menunjuk siapa saja yang akan menjadi anggota timnya. “Ahhh.. Ri, tidak ada yang lain apa? Yang satu desa?” Ucap Dikka mulai kesal. Ari hanya menggelangkan kepalanya melihat reaksi kawannya. Ternyata benar apa yang aku dan Ari diskusikan tadi. Dikka tidak suka bila kita bergaul dengan Made yang notabenya sebagai teman yang berbeda domisili. “tidak bisa. Keputusanku sudah bulat. Sudah ya, kami mau pamit pulang dulu. Jangan lupa makan, jangan sampai besok kau yang absen berlatih.” Ucap Ari sebelum pulang. Kutepuk pundak Dikka sebelum aku mengikuti langkah Ari keluar kamar Dikka.

Dikka, makan yang banyak! Dan habiskan itu.” Ucap mbak Aci yang kesal pada Dikka. “iya. Nambah kok nanti.” Ucap Dikka sambil menghentikan sejenak acara makannya. Mbak Aci hanya tersenyum melihat Dikka lahap. “Dikka, berapa nilai mata pelajaran Kewarganegaraanmu?” Tanya mbak Aci. “terakhir tertinggi dikelas. 96. Ada apa?” Ucap Dikka cuek. “hem..kau tahu daerah mana itu Bali?” tanya mbak Aci degan sedikit menyelidik. “tahu.”. “negara mana itu? Masihkah masuk Negara Kesatuan Republik Indonesia?” Ucap Mbak Aci yang hanya dijawab dengan anggukan oleh Dikka. “lalu bila arti kata ‘Bhinekka Tunggal Ika’ ?” Ucap mbak Aci lagi. “kak, memangnya kakak tidak tahu? Bahkan anak SD saja tahu apa arti kata tersebut. Artinya adalah ‘Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh’. Eh salah ya, ‘berbeda-beda tetapi tetap satu’.” Ucap Dikka sambil tersipu malu. “lalu bagaimana kau mengamalkan arti kata tersebut? Mengapa kau menjahui Made. Dia juga berasal dari Indonesia. Terimalah sebagaimana kau menerima teman-temanmu yang lain. Kau tahu Vino? Bukankah dia bukan asli warga Indonesia. Erga... dia juga. Bukan asli desa sini. Lalu mengapa kali ini, Made.. kau perlakukan lain. Dik, kita ini satu. Satu kesatuan. Satu Negara. Cobalah Hargai Kebudayaan Made, dari mana dia berasal. Ingatlah. Kita juga bukan asli penduduk disini, hanya saja karena kita sudah lama trasmigrasi disini, kita boleh dibilang warga desa sini. Oke Dik. Minta maaflah pada Made. Dia anak yang baik.” Ucap mbak Aci panjang lebar.

pukul berapa ini. Kenapa Ari belum juga datang.” Ucapku kesal menanti kapten kami. “Adit! Sorry gue telat. Tadi barusan bangun.” Ucap Ari padaku. “jujur banget alesannya.” Ucap Dikka sambil berdiri mengambil bola. “Made?” tanya Dikka pada Ari. “eh, tadi dia sedang on the way. Ayo pemanasan dulu.” Ucap Ari sambil sedikit tersenyum mendengar Dikka mencari Made. “itu dia. Ayo!” Ucap Faldi sambil menunjuk kearah dari mana Made datang. “oke. Karena seminggu lagi kita akan bertanding antar desa. Mari kita berlatih lebih giat.” Ucap Ari memberi semangat pada timnya. Empat Puluh menit kami berlatih Ari mengisyaratkan kepada kami untuk istirahat. “aduh badanku sakit semua. Made, tendanganmu keras sekali. Sebaiknya kau jadi kapten kami.” Ucapku sambil sedikit melirik Ari. “haha.. iya. Lihat sepertinya Adit benar-benar kesakitan. Haha.” Ucap Dikka dan sontak saja membuat kawan-kawannya tertawa. Made hanya tersenyum menaggapi pujian kawan-kawannya.

huh aku jadi gugup.” Ucap Vino sambil meregangkan otot-ototnya. “aku juga, kenapa ya? Debar jantungku juga sangat cepat.” Ucap Erga menimbali perkataan Vino. “percaya diri saja. Menang atau kalah itu hanya urusan kelima belas. Yang penting kita kompak, dan menunjukan skill kita diluar sana. Oke!” Ucap Ari menenagkan anggotanya yang tegang. Kami keluar dari kamar ganti setelah terdengar suara wasit pun terdengar memanggil nama tim kami. Dan tada... kami datang dengan juara ketiga. Setelah kami memasuki kamar ganti lagi, terlihat Dikka mencoba berbincang dengan Made. “De, Sorry, aku pernah ada perasaan tidak suka denganmu, karena domisilimu. Tapi... tapi sepertinya aku baru sadar. Bahwa kak Aci benar. Kita satu negara. Satu kesatuan. Yang seharusnya tidak aku membeda-bedakannya.” Ucap Dikka sambil sedikit menunduk. “tak apa. Apakah itu arti dari ‘Bhinekka Tunggal Ika’ ?” Tanya Made pada Dikka. “ya.. ‘Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh’.” Ucap Dikka dengan keras. “‘berbeda-beda tetapi tetap satu’ Dikkaaa!” Ucap kami bersamaan. Dikka hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “hahhahaaa...” Tawa kami bersama terdengar sangat keras. Kerena kami sedang kur tertawa.

Cintailah indonesia, juga apa-apa yang ada didalamnya, baik suku-sukunya, kebudayaannya, and Everythink about Indonesia, cobalah menerima kenyataan bahwa Negara Indonesia, Negara yang kita cintai ini didalamnya terdapat banyak sekali ragam suku dan budaya. Mari kita hargai itu. My Indonesia. My Country. Forever.
I Love Indonesia.

All We Know

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com tipscantiknya.com kumpulanrumusnya.comnya.com